Assalamuallaikum WR. WB
Sekarang saya akan post sedikit dari
Biografi desa Cisaat kec.Waled kab.Cirebon ;
Sejarah Desa Cisaat, Kec Waled,
Kab cirebon
Pada
abad XIV daerah ini bernama Tresna yang merupakan pintu keluar masuknya para ki
gedeng seperti Ki Gedeng Palimanan dan Ki Gedeng Pasawahan yang hendak berburu
rusa dan menikmati pemandangan pegunungan. Oleh karena daerahnya sering
dilewati para pemburu. Ki Buyut Tresna dikenal dengan nama Ki Panderesan.
Ki
Gedeng Pasawahan alias Ki Makeru di samping senang berburu, ia kerapkali
memusuhi Mbah Kuwu Sangkan di mana keduanya sama kuat, baik ketika bertempur di
atas gunung maupun bertarung di atas air (toya gamana giri gamana, bhs.
Cirebon). Ki Makeru tidak segan-segan melakukan tipu daya dengan cara yang
licik, dan secara tiba-tiba memukul dari belakang, sehingga Mbah Kuwu Sangkan
dengan ketinggian ilmunya semula terkesan tidak sungguh-sungguh melayani setiap
pertarungan.
Ki
Makeru terkenal sakti mandraguna, ia memiliki berbagai ilmu hitam meringankan
tubuh, masuk lubang kecil, ‘ilmu mencala putra mencala putri’ untuk
menipu jalasutra, sehingga ia selalu menginginkan pertarungan dilakukan di atas
gunung atau di atas air. Mbah Kuwu Sangkan akhirnya meladeni setiap keinginan
Ki Makeru, di mana dengan kepandaian ilmunya beliau mengetahui kelemahan
musuhnya, apalagi pengikut Ki Makeru sebagian besar telah ditundukkannya.
Segala cara ditempuh Ki Makeru dengan mudah dipatahkan beliau, meskipun bukan
tandingan Mbah Kuwu Sangkan, Ki Makeru tetap tidak mau tunduk bahkan oleh
karena merasa dipermalukan ia menghilang (nghiang, bhs. Sunda), tidak
mau masuk agama Islam.
Setelah
melakukan pertempuran, Mbah Kuwu Sangkan bermaksud meninggalkan Pasawahan untuk
beristirahat sambil menikmati air pohon enau (lahang, bhs. Sunda) kesukaannya
di Panderesan. Sangat disayangkan air lahang kesenangannya tidak tersedia
sehingga Mbah Kuwu Sangkan kecewa dan berkata kepada Ki Panderesan, apabila
hendak menyadap aren bacakan Syahadat tiga kali.
Sekembalinya
Mbah Kuwu Sangkan ke Cirebon, Ki Panderesan segera membuat lodong dari bambu
untuk menyadap aren. Sebagaimana dipesankan Mbah Kuwu Sangkan, ketika akan
memasangkan lodong Ki Panderesan tidak lupa membaca Syahadat tiga kali. Sungguh
ajaib ketika lodong diturunkan esok harinya, ternyata lodong itu tidak berisi
air lahang melainkan emas dan intan.
Ki
Panderesan sangat berbahagia dan gembira, ia bernadzar ingin makan bersama Mbah
Kuwu Sangkan serta pengikutnya yang akan singgah kembali di Panderesan, untuk
menghormati tamunya itu, Ki Panderesan menyediakan berbagai hidangan, hingga
tanpa disadari ayam yang sedang mengeram pun dipotong. Ketika Mbah Kuwu Sangkan
menikmati hidangan itu, beliau tersenyum dengan hati yang tak tega oleh karena
panggang ayam yang dihidangkan itu berasal dari induk yang sedang mengeram. Tak
lama kemudian panggang ayam itu berubah, hidup kembali seperti semula.
Ketika
akan kembali ke Cirebon, Mbah Kuwu Sangkan mengajak Ki Panderesan pergi ke
Cirebon. Ketika ditanyakan kepada Mbah Kuwu Sangkan apakah hewan-hewan
peliharaan seperti ayam, bebek, kambing dan lainnya perlu dibawa ke Cirebon?
Mbah Kuwu Sangkan mengatakan tidak perlu. “Lihat saja nanti apa yang akan
terjadi,” pintanya. Dan tak lama kemudian semua hewan berubah menjadi ular.
Oleh
karena itu, daerah ini dahulu terkenal dengan ular-ularnya yang besar.Dalam
perjalanan ke Cirebon, pusaka cis milik Mbah Kuwu Sangkan terjatuh ke sungai,
para pengikut Mbah Kuwu Sangkan segera menambak sungai dengan pasir (keusik –
bhs. Sunda). Setelah itu airnya ditimba (diparak – bhs. Sunda) beramai-ramai
hingga kering (saat – bhs. Sunda), akan tetapi yang diketemukan hanya
kerangkanya saja. Sungai tempat jatuhnya cis milik Mbah Kuwu Sangkan itu
dikenal dengan nama ‘Parakan Keusik’, dan daerah sekitarnya disebut ‘Cisaat’
hingga sekarang.
Ki
Buyut Cisaat yang diketahui diantaranya adalah :
- Kasep Sabale
- Narum
- Mangku Jaya
- Mangku Raga
- Sela Merta
- Tuan
- Irodat
- Merta Gati
- Nursimah
- Udin
- Surangga Bima
- Pabunian
- Nampa
- Sarif
- Kembar
- Kesem
- Katijem
- Lulut
- Leuleut
- Kenanga
- Kenangi
Adapun
Kuwu Cisaat adalah sebagai berikut :
No
|
Nama
|
Jabatan
|
Tahun
Jabatan
|
1
|
A.Tambiyah
|
Pejabat Kades
|
1982
– 1985
|
2
|
M. Mas’un. B
|
Kades
|
1985
– 1993
|
3
|
Muhandar
|
Pejabat Kades
|
1993
– 1995
|
4
|
Odi Odadi
|
Kades
|
1995
– 1999
|
5
|
Dasdji
|
Pejabat Kades
|
1999
– 2001
|
6
|
Tirsa
|
Plh. Kades
|
Sept
– Nop 2001
|
7
|
Dasdji, SIP
|
Kuwu
|
2001
– 2011
|
8
|
Raswan
|
Kuwu
|
2011
– 2015
|
Data Monografi Desa Cisaat, Kec.Waled,
Kab.Cirebon
Jumlah Penduduk Menurut Jenis kelamin
|
|||||
1.Jenis kelamin
Laki-laki : 2449 orang
Perempuan : 2254 orang
Jumlah : 4703 orang
Kepala kel. : 1284 orang
2.Kewarga negaraan
WNI = Laki-laki : 2449
Perempuan : 2254
|
|||||
Jumlah Penduduk menurut Agama
|
|||||
1.Islam : 4700 orang
2.Kristen :
3 orang
|
|||||
Jumlah Pendidikan menurut usia
|
|||||
Kelompok
pendidikan
|
Kelompok
kerja
|
||||
00
– 03
04
– 06
07
– 12
13
– 15
16
– 18
19
keatas
|
295
0rang
232
orang
464
orang
255
orang
251
orang
3.206
orang
|
10
– 14
15
– 19
20
– 26
27
– 40
41
– 56
57
ke atas
|
394
orang
404
orang
487
orang
1.059
orang
939
orang
1.420
orang
|
||
Jumlah Pendidikan Menganut Pendidikan Lulusan
|
|||||
Pendidikan
Umum
|
Lulusan
Pendidikan Khusus
|
||||
PAUD
TK
SD
SMP
SMA
Akademi (D1-D3)
Sarjana (S1-S2)
|
32 orang
4 orang
1314 orang
363 orang
258 orang
18 orang
20 orang
|
Pondes
Madrasah
|
27 orang
187 orang
|
||
Jumlah Penduduk Mobilitas
|
|||||
Lahir
|
Kematian
|
||||
Laki –
laki 48 orang
Perempuan
50 orang
Jumlah 98 orang
|
Laki – laki 23 orang
Perempuan 24 orang
Jumlah 47 orang
|
||||
Status & Tanah Kas Desa
|
|||||
Status
|
Tanah
Kas Desa
|
||||
v Sertifikat
hak pemilik 61 orang
v Sertifikat
hak guna usaha HGU 1 orang
|
v
Tanah bengkok
v
Tanah titisan
v
Tanah pangonan
v
Tanah lainnya
|
||||
4
Umum
|
Perangkat
Desa
|
Pembina
RT/RW
|
||||||||||||
-Luas Desa
-Sebelah utara
-Sebelah selatan
-Sebelah barat
-Sebelah timur
|
166.458
ha
Ds.Cangkuang
Ds.Ciuyah
Ds.Jatipiring
Ds.cibogo
|
- Sekertaris
desa
- kepala
Dusun
|
5
orang
4
orang
|
-Jumlah RT -Jumlah RW
|
25 orang
6 orang
|
|||||||||
Kondisi
Geografis
|
ORBITASI
( Jarak dari pusat pem.Desa)
|
|||||||||||||
- Ketinggian tanah dari
permukaan laut
- Banyaknya curah hujan
- Fotografi (dataran
rendah,tinggi)
|
24 mdl
9 bulan
Dataran rendah
|
- Jarak dari pusat
Pem.kecamatan
- Jarak dari ibu kota kabupaten
- Jarak dari ibu kota provinsi
- Jarak dari ibu kota Negara
|
6 km
35 km
172 km
245 km
|
|||||||||||
Pajak
Bumi Masyarakat
|
||||||||||||||
- Jumlah wajib pajak
- Jumlah SPPT
- Ketetapan / Target
- Realisasi
|
1547 orang
1547 orang
Rp. 21.067.562
Rp. 21.067.562
|
|||||||||||||
Bidang Pembangunan
|
||||||||||||||
Agama
|
Kesehatan
|
|||||||||||||
Sarana
Peribadahan
- Jumlah
Masjid 1
- Jumlah
Mushola 6
- Jumlah
Gereja -
|
- Rs.Pemerintahan
- Rs.Swasta
- Puskesmas
- Klinik
- Apotik
|
|||||||||||||
Perdagangan
& Jasa
|
Perkoprasian
|
|||||||||||||
Perdagangan
|
Jasa
|
-Lumbung
Desa
|
1
|
|||||||||||
- Pasar desa
- Toko
- Warung
- Mini Market
|
-
10
50
-
|
- Bengkel
- Penjahit
- BANK
- Notaris
|
4
3
-
-
|
|||||||||||
Pendidikan
|
Perumahan
|
|||||||||||||
Pendidikan Umu
- PAUD
- TK
- SD
- SMP
- SMK
- Akademi
- Universitas
- Madrasah
|
- Rumah permanen
- Rumah seni permanen
- Rumah non permanen
|
414
rumah
273
rumah
171
rumah
|
||||||||||||
Peternakan
|
||||||||||||||
- Kambing
- Sapi biasa
- Kerbau
|
137 ekor
5 ekor
56 ekor
|
|||||||||||||
Perkebunan
|
||||||||||||||
-Tebu
|
41.284 ha
|
|||||||||||||
Sarana
Olahraga
|
Pertanian
Lingkungan hidup
|
|||||||||||||
- Lap.sepakbola
- Lap. Bola voly
- Lap.basket
|
1
1
-
|
1.Taman
Luas taman
Banyak tanaman
|
2. Kebersihan
Lokasi pembangunan
|
|||||||||||
Seni Budaya desa Cisaat
Seni merupakan suatu karya yang
dibuat atau diciptakan dengan kecakapan yang luar biasa sehingga merupakan
sesuatu yang elok atau indah. Kebutuhan akan seni budaya merupakan kebutuhan
manusia yang lebih tinggi diantara urutan kebutuhan lainnya. Seni budaya
berkaitan langsung dengan kesejahteraan, keindahan, kebijaksanaan, ketentraman,
dan pada puncaknya merupakan proses evolusi manusia untuk makin dekat kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, seni budaya akan berkembang apabila
masyarakat makmur dan sejahtera. Sei budaya merupakan suatu keahlian
mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika, termasuk mewujudkan kemampuan
serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, atau karya yang mampu
menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju .
Adapun seni budaya desa Cisaat di
antaranya :
v Seni burok
v Genjringan
v berokan
1.Seni Burok
Seni Burok adalah salah
satu kesenian rakyat yang sangat terkenal dan digemari di kalangan masyarakat
Cisaat dan sekitar Cirebon. Menurut cerita seni Burok sudah ada sekitar tahun
1934. Awalnya ada seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama
Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran besar)
yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang
hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’raj Nabi
Muhamad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan
kuda bersayap yang disebut Buroq.adapun seni burok yang ada di cisaat
“OJM” yang di pimpin oleh pak Onih .
Selain dalam cerita rakyat, masyarakat
Cirebon dikenalkan pula sosok Buroq ini dalam lukisan-lukisan kaca yang pada
waktu itu cukup popular dan dimiliki oleh beberapa anggota masyarakat di
Cirebon. Lukisan kaca tersebut berupa Kuda sembrani (bersayap) dengan wajah
putri cantik berwajah putih bercahaya. Di dalam perkembangannya Genjring Buroq
semakin digemari masyarakat, bahkan tersebar ke pelbagai daerah di luar
Cirebon, seperti Losari, Brebes, Banjarharja, Karang Suwung, Ciledug, Kuningan,
dan Indramayu.
Di Cisaat pertunjukan Burok biasanya dipakai dalam beberapa hajatan, seperti Sunatan, perkawinan, dll. Burok biasanya dilakukan mulai pagi hari atau siang hari tergantung pesanan dai yang punya hajat lalu berkeliling kampung di sekitar lokasi hajatan tersebut. Selain boneka Buroq, ada juga boneka pengiring lainnya seperti Gajah, Macan, Kuda, Kera, dll., bahkan sekarang ada juga boneka Barongsai yang biasa kita saksikan dalam acara imlek.
Di Cisaat pertunjukan Burok biasanya dipakai dalam beberapa hajatan, seperti Sunatan, perkawinan, dll. Burok biasanya dilakukan mulai pagi hari atau siang hari tergantung pesanan dai yang punya hajat lalu berkeliling kampung di sekitar lokasi hajatan tersebut. Selain boneka Buroq, ada juga boneka pengiring lainnya seperti Gajah, Macan, Kuda, Kera, dll., bahkan sekarang ada juga boneka Barongsai yang biasa kita saksikan dalam acara imlek.
Pertunjukan Burok dimulai dengan
"Tetalu" lalu bergerak perlahan dengan lantunan lagu. Setelah banyak
masyarakat yang datang rombongan mulai bergerak dan semakin lama semakin meriah
karena masyarakat boleh turut serta menari berbaur berjoged ria dengan para
pelaku.
Dalam acara khitanan biasanya anak sunat dinaikan ke atas Burok dengan pakaian sunat lengkap dan nampak dimanjakan. Pada saat arak-arakan, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu dangdutan dan tarling yang merupakan lagu ciri khas masyarakat Cirebon dan sekitarnya.
Musik pengiring Burok biasanya terdiri dari 3 buah dogdog (besar, sedang, kecil), 4 genjring, 1 simbal, organ, gitar, gitar melodi, kromong, suling, kecrek. Namun seiring perkembangan zaman doddog dan genjring sekarang sudah tergantikan oleh alat musik yang sudah modern yaitu drum. Alat-alat tersebut berfungsi sebagai pengiring tarian juga pengiring nyanyian. Nyanyian biasanya dibawakan oleh penyanyi pria dan wanita, kadangkala bergiliran tergantung dari karakter lagu yang dibawakan. Biasanya disini banyak orang yang minta lagu yang mereka sukai dengan memberikan saweran.
Dalam acara khitanan biasanya anak sunat dinaikan ke atas Burok dengan pakaian sunat lengkap dan nampak dimanjakan. Pada saat arak-arakan, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu dangdutan dan tarling yang merupakan lagu ciri khas masyarakat Cirebon dan sekitarnya.
Musik pengiring Burok biasanya terdiri dari 3 buah dogdog (besar, sedang, kecil), 4 genjring, 1 simbal, organ, gitar, gitar melodi, kromong, suling, kecrek. Namun seiring perkembangan zaman doddog dan genjring sekarang sudah tergantikan oleh alat musik yang sudah modern yaitu drum. Alat-alat tersebut berfungsi sebagai pengiring tarian juga pengiring nyanyian. Nyanyian biasanya dibawakan oleh penyanyi pria dan wanita, kadangkala bergiliran tergantung dari karakter lagu yang dibawakan. Biasanya disini banyak orang yang minta lagu yang mereka sukai dengan memberikan saweran.
2.Genjringan
Setiap daerah mempunyai ciri khas
masing-masing, baik dari segi makanan maupun dari segi yang lain seperti seni
budaya. Salah satunya di Desa Cisaat mempunyai ciri khas di bidang seni dan
budaya. Ciri khas seni budaya Cisaat ini adalah seninya dipengaruhi oleh
nilai-nilai religi atau merupakan perpaduan nilai religi dengan nilai budaya
lokal. Salah satu kesenian masyarakat Cisaat yang terkenal adalah
genjringan.
Genjringan merupakan seni menabuh
rebana yang disertai dengan bacaan-bacaan sholawat.Genjringan
ini biasa dipertunjukkan pada acara-acara tertentu, seperti penyambutan tamu,
mengiring pengantin, acara khitanan, dan acara-acara lainnya yang sifatnya
menghibur.
Selain bersifat hiburan, yang tak kalah pentingnya
genjringan ini bernuansa dakwah atau syiar islam. Karena lagu-lagu yang
dibawakan selama genjringan adalah bacaan-bacaan atau syair-syair sholawat
nabi. Jadi, masyarakat diajarkan tentang nilai-nilai islam melalui seni yang
menghibur. Memang luar biasa genjringan ini, selain menjadi media hiburan juga
bisa menjadi media pengajaran.
Genjringan Cisaat ini sangat
terkenal pada tahun 2011-2012
3.Berokan
Sejarah
Menurut tuturan riwayat yang diwariskan secara turun-temurun di kalangan senimannya, bengberokan adalah warisan Pangeran Korowelang atau Pangeran Mina, seorang penguasa laut Jawa di wilayah Cirebon dan Indramayu. Namun terdapat pula tuturan yang juga diwariskan di kalangan seniman berokan, bahwa berokan merupakan kreasi Mbah Kuwu Pangeran Cakrabuana, ketika menyebarkan syiar Islam ke wilayah Galuh, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali, menggunakan pertunjukan sebagai media syiar agama, ditujukan agar dapat mudah diterima lingkungan budaya pada saat itu.Ada pendapat bahwa kata berokan berasal dari kata "barokahan" (keselamatan). Namun nampaknya keterangan tersebut hanya sebuah kirata (bahasa Sunda, yang artinya dikira-kira namun tampak nyata), sebuah gejala yang umum terjadi di dalam penamaan jenis seni rakyat.
Bentuk kesenian
Bentuk berokan yang dekat dengan bentuk-bentuk mitis totemistik dari binatang seperti buaya, wajah raksasa, dll., menunjukkan adaptasi budaya tersebut.Pertunjukan berokan ini sangat populer di wilayah Cirebon dan Indramayu. Pada awalnya dilakukan sebagai bagian dari upacara ruwatan dalam menanggulangi pageblug (epidemi penyakit), menempati rumah baru, dll.Namun demikian, dewasa ini pertunjukan burokan lebih banyak dipakai dalam memeriahkan pesta khitanan atau perkawinan.Bengberokan dimainkan juga pada upacara Ngunjung Buyut, yaitu upacara untuk menghormati arwah leluhur di pekuburan desa-desa tertentu. Bengberokan merupakan kedok yang dibuat dari kayu, yang bentuknya mirip dengan buaya. Warna kedoknya merah dengan mata besar yang menyala, dengan mulut dapat digerakkan (dibuka–tutup) sehingga menghasilkan bunyi "plak-plok". Tubuhnya terbuat dari bekas karung beras yang dijahit sedemikian rupa sehingga mampu menutupi pemainnya, dan mengesankan tubuh binatang yang besar dan berbulu (ditambahi ijuk dan serpihan tambang), kemudian disambung kayu yang dibuat mirip seperti ekor dengan warna belang-belang merah putih, runcing sehingga ujungnya mirip ekor ikan cucut. Berokan biasanya dimainkan secara bergantian.
Pada umumnya para pemain berokan adalah laki-laki. Untuk melibatkan penonton, Berokan digerak-gerakan dengan lincah, kedoknya dimainkan seakan-akan mau mengigit penonton. Efek spontanitas ketakutan penonton (terutama anak-anak) dimanfaatkan oleh pemain Berokan untuk semakin garang dan menghibur.
Pertunjukan Berokan diawali dengan tetalu dan kidung dalam bahasa ibu (Indramayu atau Cirebon), dilanjutkan dengan tarian Berokan yang lambat, perlahan-lahan untuk kemudian menjadi naik turun dan bergairah. Pertunjukan Berokan akan lebih menarik lagi, jika dimainkan di atas pecahan kaca (beling) dan menari-nari di atas bara api. Apabila pertunjukan Berokan dikaitkan dengan upacara tertentu, biasanya dilakukan Kirab Sawan, yakni upacara penyembuhan atau untuk keselamatan dan keberkahan. Kirab Sawan dilakukan setelah sesajen dan persyaratan lainnya lengkap.
Musik pengiring Berokan sangatlah sederhana, terdiri dari kendang, terebang, kecrek, dan bende (gong kecil) yang dimainkan oleh enam orang. Musiknya memang terasa monoton, namun demikian dinamika kadangkala muncul dari kendang dan kecrek, bersahutan dengan suara plak-plok dari kepala Berokan yang terbuka dan tertutup.
Makna
Ada beberapa makna yang dapat disimpulkan dari pertunjukan Berokan ini:- Makna mitis yaitu sebagai media penolak bala yang menjadi awal mula fungsi Berokan. Dengan mempertunjukan Berokan, dipercayai bahwa bala telah ditolak, dan dipercayai akan mendatangkan kebahagiaan.
- Makna sinkretis karena Berokan digunakan sebagai media dakwah pada masa awal penyebaran syiar Islam di wilayah Cirebon.
- Makna teatrikal karena Berokan beraksi menari, mengejar, dan memainkan kepalanya serta berbaur dengan spontanitas penonton yang merasa takut bercampur gembira
- Makna universal, karena Berokan memiliki kemiripan bentuk dengan Barongsay dan Chilin dari Tiongkok, mahluk-mahluk naga dari Eropa Purba.
Namun sayang, seiring berjalannya waktu Berokan yang
menjadi kebanggaan masyarakat Cisaat khususnya Cisaat Blok 1 ,dari tahun ke
tahun meredup dan padam. Sekarang, Berokan yang merupakan kebanggaan masyarakat
Cisaat hanya tinggal kenangan.
Tradisi Islam
Tradisi dalam
kamus besar kontemporer berarti adat kebiasaan yang sifatnya turun temurun yang
masih di laksanakan. Artinya kebiasaan
atau adat-istiadat yang masih di laksanakan dan ada di tengah masyarakat sampai
sekarang. Karena sebelum islam datang telah ada adat kebiasaan masyarakat, maka
terjadilah akulturasi budaya antara islam dan adta setempat. Hal ini yang
menjadikan persebaran islam masih kental di warnai oleh adat dan kebiasaan
masyarakat setempat.Ada juga tradisi islam yang ada di desa Cisaat,yaitu :
1.Tujuh Bulanan
Upacara tujuh bulanan adalah ritual adat-istiadat yang
dilakukan dalam merayakan usia kandungan seorang ibu yang mencapai tujuh bulan.
Dalam bahasa Jawa, upacara ini disebut mitoni,
yang artinya suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Tujuan
diselenggarakan upacara ini adalah agar embrio dalam kandungan dan ibu
senantiasa memperoleh keselamatan sampai ia lahir kelak.
2.Tahlilan
Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yang
dilakukan sebagian umat islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan di
Malaysia, untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang
biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan
selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua,
ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari ke-1000.
Kata "Tahlil" sendiri secara harafiah berarti berizikir dengan
mengucap kalimat tauhid "Laa ilaaha illallah" (tiada yang patut
disembah kecuali Allah), yang sesungguhnya bukan zikir yang dikhususkan bagi
upacara memperingati kematian seseorang.Ritual/upacara ini (berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit, berzikir dan membaca sejumlah ayat Al Qur'an, kemudian mendoakan mayit), menurut berbagai sumber, bukan merupakan ajaran Islam. Bahkan, berdasarkan hadist, ritual ini diharamkan, apalagi jika ritual itu dirukunkan pada 1-7 hari, 40 hari, 1000 hari, atau dengan rukun-rukun lainnya. Ritual/upacara ini oleh beberapa ulama digolongkan sebagai bid'ah
Upacara tahlilan ditengarai merupakan praktik pada masa transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang baru memeluk Islam, tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang lama. Berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit bukan hanya terjadi pada masyarakat pra Islam di Indonesia saja, tetapi di berbagai belahan dunia, termasuk di jazirah Arab. Oleh para da'i pada waktu itu, ritual yang lama diubah menjadi ritual yang bernafaskan Islam. Di Indonesia, tahlilan masih membudaya, sehingga istilah "Tahlilan" dikonotasikan sebagai memperingati kematian seseorang.
Tahlil, takbir, tahmid dan tasbih pada dasarnya merupakan zikir yang sangat dianjurkan. Akan tetapi berkumpul-kumpul di kediaman ahli mayit, apalagi dirukunkan pada hari 1-7, 40 100, dan 1000, kemudian dijamu oleh ahli mayit, berdasarkan hadits adalah perbuatan haram.
Tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih dapat dilakukan setiap
hari. Yang dijamin makbul doanya bagi keselamatan mayit di akhirat adalah doa
anak, yang juga dapat dilakukan setiap hari. Siapapun yang bukan anak mayit
dapat pula mendoakannya, tetapi tidak harus berkumpul di rumah ahli mayit, dan
tidak harus dirukunkan pada hari-hari sebagaimana diuraikan sebelumnya.
3.Sedekah Bumi
Tradisi sedekah bumi ini, merupakan
salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah
berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual
sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang
berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan
sanak famil mereka dari mengais rizqi dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada
di bumi.
4.Puputan
Tradisi kelahiran dalam budaya Jawa salah satunya adalah Puputan. Upacara
puputan bertujuan memohon keselamatan bagi si bayi. Perlengkapan upacara ini
meliputi: - Golongan bangsawan: nasi gudangan, jenang abang putih, lima macam bubur dan jajan pasar.
- Golongan rakyat biasa: nasi jangan, jenang abang putih, jenang baro-baro dan jajan pasar.
Puputan merupakan saat tali pusar bayi putus atau puput. Pada saat itu, diadakan Slametan Puputan Puser berupa kendhuri, bancakan dan pemberian nama bayi. Upacara ini diadakan setelah maghrib dan dihadiri oleh bayi, ibu, dukun, pinisepuh, dan sanak saudara.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai biografi Desa Cisaat kurang lebihnya mohon maaf
Wassalamualikum.Wr.Wb :D :D