TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG SAYA

Jumat, 04 Juli 2014

Biografi Desa Cisaat Kec.Waled Kab.Cirebon

 Post By.Irpan Rodiansyah 11



Assalamuallaikum WR. WB 
          Sekarang saya akan post sedikit dari Biografi desa Cisaat kec.Waled kab.Cirebon ;

Sejarah Desa Cisaat, Kec Waled, Kab cirebon
Pada abad XIV daerah ini bernama Tresna yang merupakan pintu keluar masuknya para ki gedeng seperti Ki Gedeng Palimanan dan Ki Gedeng Pasawahan yang hendak berburu rusa dan menikmati pemandangan pegunungan. Oleh karena daerahnya sering dilewati para pemburu. Ki Buyut Tresna dikenal dengan nama Ki Panderesan.
Ki Gedeng Pasawahan alias Ki Makeru di samping senang berburu, ia kerapkali memusuhi Mbah Kuwu Sangkan di mana keduanya sama kuat, baik ketika bertempur di atas gunung maupun bertarung di atas air (toya gamana giri gamana, bhs. Cirebon). Ki Makeru tidak segan-segan melakukan tipu daya dengan cara yang licik, dan secara tiba-tiba memukul dari belakang, sehingga Mbah Kuwu Sangkan dengan ketinggian ilmunya semula terkesan tidak sungguh-sungguh melayani setiap pertarungan.
Ki Makeru terkenal sakti mandraguna, ia memiliki berbagai ilmu hitam meringankan tubuh, masuk lubang kecil, ‘ilmu mencala putra mencala putri’ untuk menipu jalasutra, sehingga ia selalu menginginkan pertarungan dilakukan di atas gunung atau di atas air. Mbah Kuwu Sangkan akhirnya meladeni setiap keinginan Ki Makeru, di mana dengan kepandaian ilmunya beliau mengetahui kelemahan musuhnya, apalagi pengikut Ki Makeru sebagian besar telah ditundukkannya. Segala cara ditempuh Ki Makeru dengan mudah dipatahkan beliau, meskipun bukan tandingan Mbah Kuwu Sangkan, Ki Makeru tetap tidak mau tunduk bahkan oleh karena merasa dipermalukan ia menghilang (nghiang, bhs. Sunda), tidak mau masuk agama Islam.
Setelah melakukan pertempuran, Mbah Kuwu Sangkan bermaksud meninggalkan Pasawahan untuk beristirahat sambil menikmati air pohon enau (lahang, bhs. Sunda) kesukaannya di Panderesan. Sangat disayangkan air lahang kesenangannya tidak tersedia sehingga Mbah Kuwu Sangkan kecewa dan berkata kepada Ki Panderesan, apabila hendak menyadap aren bacakan Syahadat tiga kali.
Sekembalinya Mbah Kuwu Sangkan ke Cirebon, Ki Panderesan segera membuat lodong dari bambu untuk menyadap aren. Sebagaimana dipesankan Mbah Kuwu Sangkan, ketika akan memasangkan lodong Ki Panderesan tidak lupa membaca Syahadat tiga kali. Sungguh ajaib ketika lodong diturunkan esok harinya, ternyata lodong itu tidak berisi air lahang melainkan emas dan intan.
Ki Panderesan sangat berbahagia dan gembira, ia bernadzar ingin makan bersama Mbah Kuwu Sangkan serta pengikutnya yang akan singgah kembali di Panderesan, untuk menghormati tamunya itu, Ki Panderesan menyediakan berbagai hidangan, hingga tanpa disadari ayam yang sedang mengeram pun dipotong. Ketika Mbah Kuwu Sangkan menikmati hidangan itu, beliau tersenyum dengan hati yang tak tega oleh karena panggang ayam yang dihidangkan itu berasal dari induk yang sedang mengeram. Tak lama kemudian panggang ayam itu berubah, hidup kembali seperti semula.
Ketika akan kembali ke Cirebon, Mbah Kuwu Sangkan mengajak Ki Panderesan pergi ke Cirebon. Ketika ditanyakan kepada Mbah Kuwu Sangkan apakah hewan-hewan peliharaan seperti ayam, bebek, kambing dan lainnya perlu dibawa ke Cirebon? Mbah Kuwu Sangkan mengatakan tidak perlu. “Lihat saja nanti apa yang akan terjadi,” pintanya. Dan tak lama kemudian semua hewan berubah menjadi ular.


Oleh karena itu, daerah ini dahulu terkenal dengan ular-ularnya yang besar.Dalam perjalanan ke Cirebon, pusaka cis milik Mbah Kuwu Sangkan terjatuh ke sungai, para pengikut Mbah Kuwu Sangkan segera menambak sungai dengan pasir (keusik – bhs. Sunda). Setelah itu airnya ditimba (diparak – bhs. Sunda) beramai-ramai hingga kering (saat – bhs. Sunda), akan tetapi yang diketemukan hanya kerangkanya saja. Sungai tempat jatuhnya cis milik Mbah Kuwu Sangkan itu dikenal dengan nama ‘Parakan Keusik’, dan daerah sekitarnya disebut ‘Cisaat’ hingga sekarang.
Ki Buyut Cisaat yang diketahui diantaranya adalah :
  • Kasep Sabale
  • Narum
  • Mangku Jaya
  • Mangku Raga
  • Sela Merta
  • Tuan
  • Irodat
  • Merta Gati
  • Nursimah
  • Udin
  • Surangga Bima
  • Pabunian
  • Nampa
  • Sarif
  • Kembar
  • Kesem
  • Katijem
  • Lulut
  • Leuleut
  • Kenanga
  • Kenangi
Adapun Kuwu Cisaat adalah sebagai berikut :
No
Nama
Jabatan
Tahun Jabatan
1
A.Tambiyah
Pejabat Kades
1982 – 1985
2
M. Mas’un. B
Kades
1985 – 1993
3
Muhandar
Pejabat Kades
1993 – 1995
4
Odi Odadi
Kades
1995 – 1999
5
Dasdji
Pejabat Kades
1999 – 2001
6
Tirsa
Plh. Kades
Sept – Nop 2001
7
Dasdji, SIP
Kuwu
2001 – 2011
8
Raswan
Kuwu
2011 – 2015



Data Monografi Desa Cisaat, Kec.Waled, Kab.Cirebon
Jumlah Penduduk Menurut Jenis kelamin
1.Jenis kelamin
    Laki-laki       : 2449 orang
   Perempuan  : 2254 orang
 Jumlah           : 4703 orang
 Kepala kel.     : 1284 orang

2.Kewarga negaraan
WNI = Laki-laki      : 2449
           Perempuan : 2254
Jumlah Penduduk menurut Agama
1.Islam     : 4700 orang
2.Kristen  :       3 orang
Jumlah Pendidikan menurut usia
Kelompok pendidikan

Kelompok kerja

00 – 03
04 – 06
07 – 12
13 – 15
16 – 18
19 keatas
295 0rang
232 orang
464 orang
255 orang
251 orang
3.206 orang
10 – 14
15 – 19
20 – 26
27 – 40
41 – 56
57 ke atas
394 orang
404 orang
487 orang
1.059 orang
939 orang
1.420 orang
Jumlah Pendidikan Menganut Pendidikan Lulusan
Pendidikan Umum
Lulusan Pendidikan Khusus
PAUD
TK
SD
SMP
SMA
Akademi  (D1-D3)
Sarjana    (S1-S2)
32 orang
4 orang
1314 orang
363 orang
258 orang
18 orang
20 orang
Pondes                          
Madrasah                    

27 orang
187 orang

Jumlah Penduduk Mobilitas
Lahir
Kematian
Laki – laki        48 orang
Perempuan     50 orang
Jumlah            98 orang
Laki – laki       23 orang
Perempuan    24 orang
Jumlah           47 orang
Status & Tanah Kas Desa
Status
Tanah Kas Desa
v  Sertifikat hak pemilik 61 orang
v  Sertifikat hak guna usaha HGU 1 orang
v  Tanah bengkok
v  Tanah titisan
v  Tanah pangonan
v  Tanah lainnya







4
Umum
Perangkat Desa
Pembina RT/RW
-Luas Desa

-Sebelah utara
-Sebelah selatan
-Sebelah barat
-Sebelah timur
166.458 ha

Ds.Cangkuang
Ds.Ciuyah
Ds.Jatipiring
Ds.cibogo
- Sekertaris desa
- kepala Dusun
5 orang
4 orang
-Jumlah RT  -Jumlah RW
25 orang
6 orang
Kondisi Geografis
ORBITASI ( Jarak dari pusat pem.Desa)
- Ketinggian tanah dari permukaan laut
- Banyaknya curah hujan
- Fotografi (dataran rendah,tinggi)
24 mdl
  9 bulan
Dataran rendah
- Jarak dari pusat Pem.kecamatan
- Jarak dari ibu kota kabupaten
- Jarak dari ibu kota provinsi
- Jarak dari ibu kota Negara
    6 km
  35 km
172 km
245 km
Pajak Bumi Masyarakat
- Jumlah wajib pajak
- Jumlah SPPT
- Ketetapan / Target
- Realisasi
1547 orang
1547 orang
Rp. 21.067.562
Rp. 21.067.562
Bidang Pembangunan
Agama
Kesehatan
Sarana Peribadahan
- Jumlah Masjid               1
- Jumlah Mushola            6
- Jumlah Gereja               -

- Rs.Pemerintahan
- Rs.Swasta
- Puskesmas
- Klinik
- Apotik
Perdagangan & Jasa
Perkoprasian
Perdagangan
Jasa
-Lumbung Desa
1
- Pasar desa
- Toko
- Warung
- Mini Market
-
10
50
-
- Bengkel
- Penjahit
- BANK
- Notaris
4
3
-
-
Pendidikan
Perumahan
Pendidikan Umu
- PAUD
- TK
- SD
- SMP
- SMK
- Akademi
- Universitas
- Madrasah
- Rumah permanen
- Rumah seni permanen
- Rumah non permanen
414 rumah
273 rumah
171 rumah
Peternakan
- Kambing
- Sapi biasa
- Kerbau
137 ekor
5 ekor
56 ekor
Perkebunan
-Tebu
41.284 ha
Sarana Olahraga
Pertanian Lingkungan hidup
- Lap.sepakbola
- Lap. Bola voly
- Lap.basket
1
1
-
1.Taman
Luas taman
Banyak tanaman
2. Kebersihan
Lokasi pembangunan
















Seni Budaya desa Cisaat
Seni merupakan suatu karya yang dibuat atau diciptakan dengan kecakapan yang luar biasa sehingga merupakan sesuatu yang elok atau indah. Kebutuhan akan seni budaya merupakan kebutuhan manusia yang lebih tinggi diantara urutan kebutuhan lainnya. Seni budaya berkaitan langsung dengan kesejahteraan, keindahan, kebijaksanaan, ketentraman, dan pada puncaknya merupakan proses evolusi manusia untuk makin dekat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, seni budaya akan berkembang apabila masyarakat makmur dan sejahtera. Sei budaya merupakan suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju .
Adapun seni budaya desa Cisaat di antaranya :
v Seni burok
v Genjringan
v berokan

1.Seni Burok
Seni Burok adalah salah satu kesenian rakyat yang sangat terkenal dan digemari di kalangan masyarakat Cisaat dan sekitar Cirebon. Menurut cerita seni Burok sudah ada sekitar tahun 1934. Awalnya ada seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhamad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda bersayap yang disebut Buroq.adapun seni burok yang ada di cisaat “OJM”  yang di pimpin oleh pak Onih .
Selain dalam cerita rakyat, masyarakat Cirebon dikenalkan pula sosok Buroq ini dalam lukisan-lukisan kaca yang pada waktu itu cukup popular dan dimiliki oleh beberapa anggota masyarakat di Cirebon. Lukisan kaca tersebut berupa Kuda sembrani (bersayap) dengan wajah putri cantik berwajah putih bercahaya. Di dalam perkembangannya Genjring Buroq semakin digemari masyarakat, bahkan tersebar ke pelbagai daerah di luar Cirebon, seperti Losari, Brebes, Banjarharja, Karang Suwung, Ciledug, Kuningan, dan Indramayu.

Di Cisaat  pertunjukan Burok biasanya dipakai dalam beberapa hajatan, seperti Sunatan, perkawinan, dll. Burok biasanya dilakukan mulai pagi hari atau siang hari tergantung pesanan dai yang punya hajat lalu berkeliling kampung di sekitar lokasi hajatan tersebut. Selain boneka Buroq, ada juga boneka pengiring lainnya seperti Gajah, Macan, Kuda, Kera, dll., bahkan sekarang ada juga boneka Barongsai yang biasa kita saksikan dalam acara imlek.

Pertunjukan Burok dimulai dengan "Tetalu" lalu bergerak perlahan dengan lantunan lagu. Setelah banyak masyarakat yang datang rombongan mulai bergerak dan semakin lama semakin meriah karena masyarakat boleh turut serta menari berbaur berjoged ria dengan para pelaku.

Dalam acara khitanan biasanya anak sunat dinaikan ke atas Burok dengan pakaian sunat lengkap dan nampak dimanjakan. Pada saat arak-arakan, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu dangdutan dan tarling yang merupakan lagu ciri khas masyarakat Cirebon dan sekitarnya.

Musik pengiring Burok biasanya terdiri dari 3 buah dogdog (besar, sedang, kecil), 4 genjring, 1 simbal, organ, gitar, gitar melodi, kromong, suling, kecrek. Namun seiring perkembangan zaman doddog dan genjring sekarang sudah tergantikan oleh alat musik yang sudah modern yaitu drum. Alat-alat tersebut berfungsi sebagai pengiring tarian juga pengiring nyanyian. Nyanyian biasanya dibawakan oleh penyanyi pria dan wanita, kadangkala bergiliran tergantung dari karakter lagu yang dibawakan. Biasanya disini banyak orang yang minta lagu yang mereka sukai dengan memberikan saweran.

2.Genjringan
Setiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing, baik dari segi makanan maupun dari segi yang lain seperti seni budaya. Salah satunya di Desa Cisaat mempunyai ciri khas di bidang seni dan budaya. Ciri khas seni budaya Cisaat ini adalah seninya dipengaruhi oleh nilai-nilai religi atau merupakan perpaduan nilai religi dengan nilai budaya lokal. Salah satu kesenian masyarakat Cisaat yang terkenal adalah genjringan. 
Genjringan merupakan seni menabuh rebana yang disertai dengan bacaan-bacaan sholawat.Genjringan ini biasa dipertunjukkan pada acara-acara tertentu, seperti penyambutan tamu, mengiring pengantin, acara khitanan, dan acara-acara lainnya yang sifatnya menghibur.
Selain bersifat hiburan, yang tak kalah pentingnya genjringan ini bernuansa dakwah atau syiar islam. Karena lagu-lagu yang dibawakan selama genjringan adalah bacaan-bacaan atau syair-syair sholawat nabi. Jadi, masyarakat diajarkan tentang nilai-nilai islam melalui seni yang menghibur. Memang luar biasa genjringan ini, selain menjadi media hiburan juga bisa menjadi media pengajaran.
Genjringan Cisaat ini sangat terkenal pada tahun 2011-2012

3.Berokan

Sejarah

Menurut tuturan riwayat yang diwariskan secara turun-temurun di kalangan senimannya, bengberokan adalah warisan Pangeran Korowelang atau Pangeran Mina, seorang penguasa laut Jawa di wilayah Cirebon dan Indramayu. Namun terdapat pula tuturan yang juga diwariskan di kalangan seniman berokan, bahwa berokan merupakan kreasi Mbah Kuwu Pangeran Cakrabuana, ketika menyebarkan syiar Islam ke wilayah Galuh, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali, menggunakan pertunjukan sebagai media syiar agama, ditujukan agar dapat mudah diterima lingkungan budaya pada saat itu.
Ada pendapat bahwa kata berokan berasal dari kata "barokahan" (keselamatan). Namun nampaknya keterangan tersebut hanya sebuah kirata (bahasa Sunda, yang artinya dikira-kira namun tampak nyata), sebuah gejala yang umum terjadi di dalam penamaan jenis seni rakyat.

Bentuk kesenian

Bentuk berokan yang dekat dengan bentuk-bentuk mitis totemistik dari binatang seperti buaya, wajah raksasa, dll., menunjukkan adaptasi budaya tersebut.Pertunjukan berokan ini sangat populer di wilayah Cirebon dan Indramayu. Pada awalnya dilakukan sebagai bagian dari upacara ruwatan dalam menanggulangi pageblug (epidemi penyakit), menempati rumah baru, dll.Namun demikian, dewasa ini pertunjukan burokan lebih banyak dipakai dalam memeriahkan pesta khitanan atau perkawinan.
Bengberokan dimainkan juga pada upacara Ngunjung Buyut, yaitu upacara untuk menghormati arwah leluhur di pekuburan desa-desa tertentu. Bengberokan merupakan kedok yang dibuat dari kayu, yang bentuknya mirip dengan buaya. Warna kedoknya merah dengan mata besar yang menyala, dengan mulut dapat digerakkan (dibuka–tutup) sehingga menghasilkan bunyi "plak-plok". Tubuhnya terbuat dari bekas karung beras yang dijahit sedemikian rupa sehingga mampu menutupi pemainnya, dan mengesankan tubuh binatang yang besar dan berbulu (ditambahi ijuk dan serpihan tambang), kemudian disambung kayu yang dibuat mirip seperti ekor dengan warna belang-belang merah putih, runcing sehingga ujungnya mirip ekor ikan cucut. Berokan biasanya dimainkan secara bergantian.
Pada umumnya para pemain berokan adalah laki-laki. Untuk melibatkan penonton, Berokan digerak-gerakan dengan lincah, kedoknya dimainkan seakan-akan mau mengigit penonton. Efek spontanitas ketakutan penonton (terutama anak-anak) dimanfaatkan oleh pemain Berokan untuk semakin garang dan menghibur.
Pertunjukan Berokan diawali dengan tetalu dan kidung dalam bahasa ibu (Indramayu atau Cirebon), dilanjutkan dengan tarian Berokan yang lambat, perlahan-lahan untuk kemudian menjadi naik turun dan bergairah. Pertunjukan Berokan akan lebih menarik lagi, jika dimainkan di atas pecahan kaca (beling) dan menari-nari di atas bara api. Apabila pertunjukan Berokan dikaitkan dengan upacara tertentu, biasanya dilakukan Kirab Sawan, yakni upacara penyembuhan atau untuk keselamatan dan keberkahan. Kirab Sawan dilakukan setelah sesajen dan persyaratan lainnya lengkap.
Musik pengiring Berokan sangatlah sederhana, terdiri dari kendang, terebang, kecrek, dan bende (gong kecil) yang dimainkan oleh enam orang. Musiknya memang terasa monoton, namun demikian dinamika kadangkala muncul dari kendang dan kecrek, bersahutan dengan suara plak-plok dari kepala Berokan yang terbuka dan tertutup.

Makna

Ada beberapa makna yang dapat disimpulkan dari pertunjukan Berokan ini:
  • Makna mitis yaitu sebagai media penolak bala yang menjadi awal mula fungsi Berokan. Dengan mempertunjukan Berokan, dipercayai bahwa bala telah ditolak, dan dipercayai akan mendatangkan kebahagiaan.
  • Makna sinkretis karena Berokan digunakan sebagai media dakwah pada masa awal penyebaran syiar Islam di wilayah Cirebon.
  • Makna teatrikal karena Berokan beraksi menari, mengejar, dan memainkan kepalanya serta berbaur dengan spontanitas penonton yang merasa takut bercampur gembira
  • Makna universal, karena Berokan memiliki kemiripan bentuk dengan Barongsay dan Chilin dari Tiongkok, mahluk-mahluk naga dari Eropa Purba.
Namun sayang, seiring berjalannya waktu Berokan yang menjadi kebanggaan masyarakat Cisaat khususnya Cisaat Blok 1 ,dari tahun ke tahun meredup dan padam. Sekarang, Berokan yang merupakan kebanggaan masyarakat Cisaat hanya tinggal kenangan.

 Tradisi Islam
    Tradisi dalam kamus besar kontemporer berarti adat kebiasaan yang sifatnya turun temurun yang masih di laksanakan. Artinya  kebiasaan atau adat-istiadat yang masih di laksanakan dan ada di tengah masyarakat sampai sekarang. Karena sebelum islam datang telah ada adat kebiasaan masyarakat, maka terjadilah akulturasi budaya antara islam dan adta setempat. Hal ini yang menjadikan persebaran islam masih kental di warnai oleh adat dan kebiasaan masyarakat setempat.Ada juga tradisi islam yang ada di desa Cisaat,yaitu :
1.Tujuh Bulanan
Upacara tujuh bulanan adalah ritual adat-istiadat yang dilakukan dalam merayakan usia kandungan seorang ibu yang mencapai tujuh bulan. Dalam bahasa Jawa, upacara ini disebut mitoni, yang artinya suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Tujuan diselenggarakan upacara ini adalah agar embrio dalam kandungan dan ibu senantiasa memperoleh keselamatan sampai ia lahir kelak.
2.Tahlilan
Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan di Malaysia, untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari ke-1000.
Kata "Tahlil" sendiri secara harafiah berarti berizikir dengan mengucap kalimat tauhid "Laa ilaaha illallah" (tiada yang patut disembah kecuali Allah), yang sesungguhnya bukan zikir yang dikhususkan bagi upacara memperingati kematian seseorang.
Ritual/upacara ini (berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit, berzikir dan membaca sejumlah ayat Al Qur'an, kemudian mendoakan mayit), menurut berbagai sumber, bukan merupakan ajaran Islam. Bahkan, berdasarkan hadist, ritual ini diharamkan, apalagi jika ritual itu dirukunkan pada 1-7 hari, 40 hari, 1000 hari, atau dengan rukun-rukun lainnya. Ritual/upacara ini oleh beberapa ulama digolongkan sebagai bid'ah
Upacara tahlilan ditengarai merupakan praktik pada masa transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang baru memeluk Islam, tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang lama. Berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit bukan hanya terjadi pada masyarakat pra Islam di Indonesia saja, tetapi di berbagai belahan dunia, termasuk di jazirah Arab. Oleh para da'i pada waktu itu, ritual yang lama diubah menjadi ritual yang bernafaskan Islam. Di Indonesia, tahlilan masih membudaya, sehingga istilah "Tahlilan" dikonotasikan sebagai memperingati kematian seseorang.
Tahlil, takbir, tahmid dan tasbih pada dasarnya merupakan zikir yang sangat dianjurkan. Akan tetapi berkumpul-kumpul di kediaman ahli mayit, apalagi dirukunkan pada hari 1-7, 40 100, dan 1000, kemudian dijamu oleh ahli mayit, berdasarkan hadits adalah perbuatan haram.
Tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih dapat dilakukan setiap hari. Yang dijamin makbul doanya bagi keselamatan mayit di akhirat adalah doa anak, yang juga dapat dilakukan setiap hari. Siapapun yang bukan anak mayit dapat pula mendoakannya, tetapi tidak harus berkumpul di rumah ahli mayit, dan tidak harus dirukunkan pada hari-hari sebagaimana diuraikan sebelumnya.


3.Sedekah Bumi
Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famil mereka dari mengais rizqi dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi.
4.Puputan
Tradisi kelahiran dalam budaya Jawa salah satunya adalah Puputan. Upacara puputan bertujuan memohon keselamatan bagi si bayi. Perlengkapan upacara ini meliputi:
- Golongan bangsawan: nasi gudangan, jenang abang putih, lima macam bubur dan jajan pasar.
- Golongan rakyat biasa: nasi jangan, jenang abang putih, jenang baro-baro dan jajan pasar.
Puputan merupakan saat tali pusar bayi putus atau puput. Pada saat itu, diadakan Slametan Puputan Puser berupa kendhuri, bancakan dan pemberian nama bayi. Upacara ini diadakan setelah maghrib dan dihadiri oleh bayi, ibu, dukun, pinisepuh, dan sanak saudara.


Demikian yang dapat kami paparkan mengenai biografi Desa Cisaat kurang lebihnya mohon maaf 
Wassalamualikum.Wr.Wb :D :D